♥My Kiyara♥ (work)
01:00:56 a.m
I am sorry. Its late for apologizing me, isn’t it?
Me
01:01:02 a.m
Sorry? What for Darlin’? Its ok if u’re busy.
♥My Kiyara♥ (work)
02:00:00 a.m
I feel anonymous. I wanna be better. Let me be your friend.
Dimas yang selepas isya belum beranjak dari meja belajar dengan setumpuk tugas langsung menelpon Kiyara Maisha, gadis manis yang baru menjadi kekasihnya sebulan lalu.
“Kenapa Mai? Aku salah apa sama kamu?”
“Saat ini aku benar-benar labil. I’ve remembered my terrible experiences. Izinkan aku untuk memperbaiki diri.”
“Mai, nobody’s perfect. Aku janji, aku...”
“Sudahlah, Mas. Kita tuh.. lupakan niat untuk itu! Masih banyak hal-hal yang harus kamu lakukan, begitu juga denganku.”
-klik-
Kiyara menutup telpon dari Dimas. Malam itu juga ia sudah 3x shalat istikharah. Galau. Banyak alasan yang membuatnya tertekan dan merasa bersalah.
Diliriknya ponsel warna biru toscha, Dimas’ calling. Ia silent dan memasukkannya ke tas. Kiyara membatin. Berkelebat semua penyesalannya, ia ingin sekali berubah dan membahagiakan bunda. Terselip penggalan ayat yang sering dikatakan bunda:
اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ
“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)
Bunda belakangan sakit parah. Sudah seminggu ini terbaring. Sejak sebulan yang lalu tidak ada kabar dari ayah. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk mencari namun nihil.
“Bun, maafin Kiya ya. Selama ini Kiya ga nurut apa kata bunda, ngebantah bunda, minta ini itu, bikin repot, susah, capek. Kiya menyesal. Bunda mau kan maafin Kiya? Bunda yang kuat ya...”
Bunda membisu. Wajahnya terlihat pucat. Penyakit ini membuat bunda begitu lelah, nafsu makan menurun, dan tirus. Di ruangan bercat kuning ukuran 4x4 m itu hanya ada mereka berdua. Kiyara bersyukur masih bisa mendengar detak jantung bunda dan helaan napasnya yang terdengar agak sesak. Diciumnya pipi bunda yang kian menua. Ditatapnya kelopak mata bunda, bengkak dan sembab.
***
Cukup lama Kiyara mencari beasiswa untuk study abroad. Ia sangat ingin belajar di Inggris. Kebetulan sekali Om Nino adik bungsu bunda yang bekerja di Perusahaan Medis dan Farmasi Internasional Jakarta menawarkan beasiswa dengan syarat khusus membuat Karya Tulis Ilmiah tentang kesehatan masyarakat. Bila ia terpilih dan dapat melengkapi semua persyatan umum, semua biaya tanggungan mulai dari tiket pesawat sampai fasilitas belajar di King’s College London School of Medicine and Dentistry selama satu semester pertama akan disubsidi oleh perusahaan tersebut yang bekerjasama dengan University of London. Biaya hidup dan semester selanjutnya akan ditanggung pihak universitas apabila nilai IP mencukupi standar penerima beasiswa bagi mahasiswa pendatang.
Hampir tiga pekan ia habiskan waktu mengerjakan karya tulis. Pagi ini bunda tampak lebih sehat.
“Sarapan dulu ya, Nak.”
“Iya, Bun. Tapi dikit aja ya.” Ia duduk di meja makan dan menyuap nasi goreng buatan bunda.
“Kok buru-buru sekali?”
“Kiya ada urusan, kantornya agak jauh, takut telat. Ntar juga ngampus, dosennya killer.”
Bunda hanya mengangguk sabar dan berdesah dalam hati.
“Bun, Kiya berangkat dulu ya. Assalamu’alaikum...”
“Wa’alaikumussalam. Hati-hati ya, Nak...”
***
“Fiyuuuuhh, alhamdulillah akhirnya selesai juga ngurus paspor.”
Gadis berkerudung dan menyandang tas ransel abu-abu itu melihat isi dompetnya yang agak miris. Tinggal 5 ribu rupiah. Pas sekali untuk ongkos naik angkot. Drrtt drrrtttt... ponselnya bergetar, a message received:
Kosma, EE class B
09:48:14 a.m
Guys, we don’t have class today. Miss Killer has agenda.
“Yeah.”
Macet total. Padahal gang rumah Kiya tiga ratus meter lagi. Ia putuskan untuk berjalan kaki saja. Ternyata penyebabnya adalah kecelakan antara mobil dan motor. Innalillahi.. Nomor plat motor itu! Sepasang jasad pria dan wanita paruh baya tertutup kain dan...
itu Ayah.
Kiyara terdiam. Semua seperti mimpi dan seakan ada gundukan kelereng dalam tenggorokannya. Berat. Sesak. Perih. Airmatanya tumpah.
Siapa wanita yang bersama ayah itu? Kenapa ayah pergi begitu saja. Bunda merindukan ayah.
Tiga hari seperginya ayah, bunda kembali pucat pasi. Anemia kronis. Kabar dari pihak rumah sakit stok darah golongan O di PMI kosong. Kiyara berinisiatif untuk mendonorkan darahnya. Setelah di periksa, golongan darahnya B. Padahal golongan darah ayah O seharusnya dia juga O. Ada sebuah tanda tanya besar di benak Kiyara. Ia segera menemui bunda.
“Maafin bunda ya, Nak. Bunda tidak bisa memiliki keturunan. Ibu kandungmu pergi setelah melahirkanmu. Usianya masih terlalu muda. Dia menitipkanmu pada bunda.” dengan berat dan terisak bunda berlinangan airmata.
Tiada kata yang keluar dari bibir Kiyara. Hanya airmata yang membuat wajahnya semakin sendu. Ia tidak peduli dan langsung memeluk bunda.
Aku hanya punya bunda, ya Allah..sayangilah bunda seperti ia menyayangiku..
***
Baru saja Kiyara menerima telpon dari rumah sakit. Ada seseorang yang mau mendonorkan darahnya. Ia tergopoh-gopoh menggandeng bunda yang tubuhnya kian pucat dan lemah. Dalam hati ia bertanya-tanya.
Sepasang mata betemu.
DIMAS. Mereka berpapasan di pintu ruang transfusi darah.
Diakah yang mendonorkan darah buat bunda?
Beberapa pekan kemudian..
“Bun, selamat ulang tahun ya. Selain doa, Kiya mau ngasih kado.”
“Terimakasih ya sayang. Apa itu?”
“Kiya terpilih untuk study abroad ke London.”
Bunda tersenyum getir.
---
Comments
Post a Comment