Peran perempuan masa
kini, merupakan topik yang sedang hangat bulan April ini karena pada tanggal 21
terdapat satu momen penggaungan emansipasi perempuan. Hari Kartini adalah hari
emansipasi perempuan di Indonesia.
Mari kita ingat kembali
ke zaman Kartini, apabila disebut kata “perempuan” pasti yang akan muncul dalam
persepsi tiap orang adalah persoalan ketidakadilan gender, ketimpangan baik
sektor pendidikan, sosial-kultural, patriarkhi, misoginis dan
sebagainya, maka pantaslah perempuan zaman dahulu sering mendapat julukan secondary
human after man yakni manusia yang menduduki posisi kedua setelah
laki-laki.[1]
Namun hal tersebut
tergerus seiring waktu berlalu. Sosok Kartini dan perempuan-perempuan ‘masa
itu’ berjuang dengan cara mereka masing-masing untuk mendapatkan haknya sebagai
manusia yang sama dihadapan hukum dan berhak mendapatkan keadilan dalam semua
sektor terutama sektor pendidikan dan peran serta mereka dalam kehidupan sosial.
Upaya tersebut berbuah
manis, Habis Gelap Terbitlah Terang,
buku kumpulan surat-surat Kartini, mendapatkan perhatian khusus dan populer
dikalangan masyarakat kala itu dan membuka mata banyak orang. Buku tersebut
disusun oleh J.H. Abendanon dengan judul Door
Duisternis Tot Licht. Buku itu
dikirim ke Eropa setelah Kartini wafat. Arti harfiah dari Bahasa Belanda
tersebut “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”[2]
dan Kartini terinspirasi dari Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat ke 257 yang
berbunyi “yukhrijuhum minaz zulumati ilan nur” (...mengeluarkan
manusia dari gelap jahiliyah/ kekafiran kepada cahaya/ Islam...).[3]
Kebanyakan orang tidak
menyadari bahwa emansipasi yang ‘ditawarkan’ Kartini bukanlah Ideologi Feminisme
yang diagung-agungkan Negara Barat. Kartini yang terinspirasi dari pemahamannya
akan Al-Quran, sadar bahwa perempuan dan laki-laki sama kedudukannya di mata
Allah. Dari situlah kiranya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki ia
kemukakan. Bahwasanya perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan dan peran
sosial dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Perempuan ‘masa kini’
bukanlah perempuan yang hanya diam di rumah, yang kebanyakan orang
mengidentikkan perempuan dengan ‘dapur, sumur dan kasur’. Perempuan juga berhak
mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana laki-laki karena seorang
perempuan kelak akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Apabila ibunya
berpendidikan, besar kemungkinan anak-anak mereka menjadi generasi yang pandai
dan sukses di kemudian hari.
Di sisi lain, Al-Quran
sudah menerangkan bahwasanya perempuan memiliki kodrat taat kepada suami (laki-laki)
karena ridha Allah tergantung ridha suaminya. Titik inilah yang menjadi
perdebatan emansipasi. Batasan-batasan emansipasi yang diagung-agungkan Negara
Barat sebenarnya berbeda dengan emansipasi Kartini. Bila kita kaji lebih dalam,
Kartini identik dengan Ideologi Islam sedangkan mereka menawarkan Ideologi Feminisme
yang notabenenya perempuan sejajar dengan laki-laki. Dalam pandangan Islam
perempuan dan laki-laki tidak sejajar secara horizontal ataupun vertikal.
Menurut Nyai Dahlan, istri KH. Ahmad Dahlan, perempuan bukan subordinat
laki-laki, mereka adalah partner.[4] Keduanya
mempunyai peran yang seimbang walaupun tak sama.
Hematnya, peran
perempuan masa kini, harus kembali kepada Al-Quran dan Al-Hadits; hukum yang
sebenarnya mengatur segala hal tanpa pemisahan atau sekuler. Cara menafsirkan
peranan tersebut haruslah berdasarkan fungsi strategisnya bukan secara
konservatif. Perempuan mempunyai peranan sebagai pribadi yang bertanggungjawab
atas dirinya sendiri (sebagai makhluk Allah), perempuan sebagai anggota
keluarga (saat menjadi anak wajib taat kepada orangtua), perempuan sebagai
istri yang taat pada suami, perempuan sebagai ibu dari anak-anaknya kelak yang
harus mendidik dan mengurusi mereka dengan kesungguhan, perempuan juga sebagai
makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat; berperan serta sebagai
penggerak kemajuan umat (berdakwah), berperan serta dalam sistem lain seperti politik,
ekonomi, budaya, dan lain-lain sesuai dengan kemampuannya. Karena tidaklah
Allah menciptakan apa saja tanpa alasan. Perempuan pasti punya kelebihan yang
dari sana ia dapat berkontribusi dan bermanfaat asalkan semua partisipasinya tidak
bertentangan dengan wahyu Allah.
[1] Ahmad Wahib, Menimbang Kiprah Kartini Masa Kini,
Menuju Peradaban Yang Mencerahkan, diakses dari http://hamamburhanuddin.wordpress.com/artikel-2/sosial-budaya/menimbang-kiprah-kartini-masa-kini
, 25 April 2014 Pukul. 19.00 WIB.
[2] Wikipedia, Habis Gelap Terbitlah Terang, Ensiklopedia Bahasa Indonesia,
diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Habis_Gelap_Terbitlah_Terang , 25
April 2014 Pukul. 21.00 WIB.
[3] Ir. Faridul Farhan Abd Wahab,
Tazkirah Sempena Nuzul Quran, Tadabbur
Al-Engineer, diakses dari http://faridul.wordpress.com/2010/08/27/770 , 25
April 2014 Pukul 21.10 WIB.
[4] Arief
Suhban, Fuad Jabali, Hamid Nasuhi, Jajat Burhanudin, Sirojudin Abas, Sukidi dan
Syafiq Hasyim, Citra Perempuan Dalam
Islam, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 7
Comments
Post a Comment