Cerita tentang kelahiran adik bayi tidak lengkap pastinya tanpa bumbu kecemburuan, iri dan persaingan sang abang dengan si adik a.k.a sibling rivalry.
Nah disini aku mau cerita, anakku si shalih yang kini jadi abang lagi melewati masa sulitnya. Ditambah dia mengalami masa kayak kekurangan figur ayah sejak sebelum adiknya lahir. Alasannya karena buyanya dengan berat hati harus meninggalkan kita dan diasrama untuk melanjutkan kuliah S3 (doktoral) di kota hujan, jadi dia pastinya kehilangan sosok buyanya (untuk beberapa waktu selama buya diasrama).
Alhasil si shalih menghadapi hari-hari yang sangat sulit karena aku pun juga waktu itu (pas buya pergi ke Bogor) hamil besar sehingga membuat tenaga serta perhatian aku ke dia ga optimal. Terlebih setelah lahir adiknya, semua harus terbagi. Dan nyaris dia seperti terabaikan. Padahal aku masih malahan terus memperhatikan dan sangat sayang padanya.
Then, tenaga dan fokusku jadi tersita untuk diriku sendiri ya karena postpartum (masa pemulihan second caesar) dan mengurus adik bayi yang notabenenya -aku berusaha untuk- kasih ASI eksklusif 6 bulan kedepan insyaAllah dan mengurusnya sendiri (tanpa buya at nite). You guys all parents, taulah gimana baby newborn ya, waktu dan tenaga sungguh sangat terkuras. Kadang malam jadi siang, siang jadi malam. Fyi, my husband was here just (alhamdulillah ala kulli haal) for 20 days. After that, guess what? Yeah, i have choices, exhausted or melancholy or both. And everyday i always pray, miracle please happen to my family and I.
Aku merasa kasihan dan sedih dengan si shalih. I realize, ini kiranya yang membuat sikap dan perilakunya jadi berubah 180⁰. Aku pikir ini pasti karena faktor sibling rivalry dan ketidakhadiran buyanya -mungkin- yang tadinya aku berharap bisa mengurangi kesedihan dia tapi malah ya ga ada beliau.
Terkadang sikap dan perilakunya berlawanan dengan apa yang sudah aku biasakan dan ajarkan. Aku dan orang rumah kadang kewalahan dalam mengurusnya. Tapi disini aku mau bersyukur, alhamdulillah, ada mereka yang bantu aku walaupun ga 100%. But that's mean so much.
Kadang aku merasa agak frustasi, feels like the question; am i failed to be a mom for him? Am i wrong? Yes i am. I did so many mistake. Yes, here i sometimes, and no, often for some cases, i mad of him. I mad so bad. I lose control. And well done i was regret. I felt it was aching and so he was.
Untuk menjaga kewarasan, secara -mental, fisik, emosional- tentu perlu beberapa aturan ya biar ga semakin menjadi penyakit dan ga menyakiti siapapun. Terutama buat si shalih. Aku selalu berupaya -walau ga mudah- tapi yang penting aku belajar -dan semoga Allah istiqomahkan-. Bagaimana biar dia dan aku bisa melewati masa2 ini. Masa dimana kita harus punya 'peran' baru. Aku sebagai ibu dengan anak anak kecil ini dan dia sebagai abang dari adiknya.
What i did as this way,
1. Kesalahan kemarin selesai hari itu juga. Tidak diungkit lagi didepannya.
2. Nasehat diberikan sesuai kemampuan berpikirnya, tidak menjelek2an, tidak menyakitinya secara fisik dan verbal.
3. Saat dia tidak mau nurut dengan kalimat sederhana, naik level dengan bargaining, kalo tidak juga bisa kita pakai metode hitung 1 sampai 5 atau sampai 10 lalu konsekuensi.
4. Memeluk, mencium, memuji dan sempetin waktu buat nemenin dia lakukan aktivitasnya.
5. Kalo kita kuat, mampu, sanggup dan sehat, bantu dia buat aktivitas utamanya makan, mandi dan lainnya, kalo rasanya tidak ya minta tolong sama anggota keluarga yang lain.
End of story, i recognize who i am and what i capable of. Not through my writing could define my self. Allah did.
Aku harap tulisan ini bisa selalu mengingatkanku dan bermanfaat buat orang lain.
Bagi orang tua yang baru atau akan memiliki anak, tentu perlu memikirkan panggilan apa yang akan diajarkan kepada anaknya kelak. Panggilan dari anak kepada orang tua pastinya sangat bermakna. Namun di Indonesia panggilan anak kepada orang tua tidaklah rumit dan mempunyai makna umum. Panggilan dari anaknya berarti beliau tersebut merupakan bapak atau ibu dari anak ya ng memanggil. Contohnya: Bapak - Ibu, Ayah - Ibu, Ayah - Bunda, Papa - Mama, Papi - Mami, dll. Karena di Indonesia mayoritas muslim dan Bahasa Arab sangat populer, maka tidak jarang panggilan anak kepada orang tua dibiasakan menggunakan Bahasa Arab seperti Abi - Ummi. Namun banyak penggunaannya digeneralisir menjadi umum seperti layaknya Ayah - Ibu, padahal sejatinya panggilan tersebut adalah bahasa orang yang artinya akan berbeda jika tidak dilandasi ilmu. Berikut sy berupaya memberikan keterangan sekilas tentang perbedaan panggilan anak kepada orang tua dalam Bahasa Arab. Abu اب Untuk menunjukkan penghormatan kepada ...
Comments
Post a Comment