Bencana kabut asap yang terjadi
Pulau Sumatera dan Kalimantan pada tahun ini termasuk kategori terparah dari
tahun-tahun sebelumnya. Khususnya di Riau, bencana kabut asap ini sudah
berlangsung lebih dari 18 tahun. Selama bulan September-Oktober 2015, index
skala pencemaran udara (ISPU) di provinsi Riau terutama di kota Pekanbaru hampir
setiap hari menunjukkan skala berbahaya. Dimana jumlah udara bersih sangat minim.
Pencemaran udara terjadi karena asap terdiri dari partikel-partikel polutan
yang buruk bila sampai terhirup oleh masyarakat. Kadar oksigen dan nitrogen
yang dibutuhkan masyarakat tersaingi oleh karbon dan sisa-sisa pembakaran hutan
yang terbawa angin.
Di provinsi lain di Pulau
Sumatera dan Kalimantan juga terjadi seperti itu sejak bertahun-tahun lalu. Hingga
kini belum ada penangan serius yang dapat menghentikan terjadinya bencana ini. Oleh
sebab itulah bencana kabut asap sudah menjadi agenda rutin tahunan di
wilayah-wilayah tersebut.
Agenda rutin tersebut terjadi setiap
musim kemarau. Bencana kebakaran hutan kerap terjadi di sejumlah wilayah
terutama hutan gambut di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Karena di sebagian
besar pulau-pulau ini terdapat hutan lebat paru-paru kehidupan sumber udara
bersih bagi Indonesia yang termasuk pula di dalamnya wilayah pertumbuhan hutan
gambut.
Pendapat mengenai bencana asap
hasil kebakaran hutan yang tersebar dikalangan orang awam dan diaminkan
pemerintah adalah karena hutan gambut yang notabenenya mudah terbakar saat musim
kemarau tiba. Namun sudah banyak penelitian seperti WALHI yang menyatakan bahwa
kebakaran yang terjadi bukanlah semata-mata karena musim kemarau yang lantas
mengeringkan wilayah hutan gambut dan membuat hutan tersebut mudah terbakar
dengan kondisi seperti dipanggang oleh terik matahari di bumi khatulistiwa ini.
Kebakaran diniscayakan terjadi karena oknum penyalahgunaan wewenang sehingga
lalai membuat beberapa pihak melakukan aksi pembakaran lahan/hutan gambut ini. Maupun
memang aksi pembakaran yang terjadi tanpa diketahui oleh pihak berwenang.
Singkatnya, sudahlah lahan/hutan
tersebut mudah terbakar dan sulit untuk padam karena gambut memiliki akar yang
banyak sampai ke dalam tanah. Ditambah kondisi kering yang sumber mata air pada
saat ini tidak mampu naik ke permukaan, hutan tersebut lantas dibakar pula oleh
oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini bisa dibilang tidak
berperikehutanan. Karena mungkin memang kini perikemanusiaan sudah mulai
luntur.
Kalaupun hal yang tersebar
dikalangan awam itu benar (hutan terbakar semata-mata karena kemarau) maka kita
juga akan bertanya-tanya mengapa tidak ada solusinya? Mengapa setiap tahun
lahan/hutan gambut tersebut selalu terbakar dan anehnya kini bertambah parah?
Atas pernyataan itu saja
pemerintah wajib memberikan solusi atas bencana tersebut. Kalangan terpelajar
wajib memberikan bantuan baik itu ide, masukan dan pengingat bagi pemerintah
untuk segera mengatasi semua problem yang terjadi di tengah khalayak. Apalagi problem
itu merupakan hal serius. Udara dan air merupakan hak bagi seluruh warga negara
yang dijamin oleh undang-undang. Sudah semestinya bencana ini menjadi topik
penting di kalangan pemegang kendali kekuasaan agar tidak terjadi
berulang-ulang setiap tahunnya. Dan menimbulkan dampak negatif baik yang
dirasakan langsung oleh masyarakat maupun tabungan racun untuk kesehatan
masyarakat di masa depan.
Solusi untuk hutan gambut
bukanlah hanya memperingatkan kepada masyarakat dilarang membakar hutan. Bukan juga
semata-mata membuat undang-undang dan memberikan sanksi berat bagi pelanggar hukum.
Tapi banyak solusi yang harus di lakukan oleh pemerintah untuk menangani
bencana asap ini. Undang-undang tanpa pemantauan di lapangan akan sia-sia di
era yang penuh sisi hedonis ini. Keegoisan dimana-mana menutup mata berbagai
pihak terkait. Perlu pemimpin yang tegas dan tanggap untuk mengatasinya. Pemimpin
juga wajib menjalankan sistem di bawahnya. Agar berjalan seirama menghentikan
bencana ini. Kalau perlu ‘menampar’ mereka agar sadar. Untuk bisa menjalankan
amanah kelestarian hutan.
Tentunya hal yang pertama kali
harus dilakukan sekarang adalah memadamkan kebakaran di seluruh titik-titik
masalah (hot spot). Ini meminta keseriusan pemerintah dalam meluangkan
kinerjanya. Melibatkan banyak pihak dalam penanganannya. Tidak masalah meminta
tolong kepada sesiapa yang dapat menolong asalkan tidak ada upaya ‘throwback’
negatif di kemudian hari. Ini mengindikasi bahwa Indonesia harusnya kuat dari
dalam bukan mudah mengemis ke luar.
Pemadaman hot spot harus intens
dan sebaiknya pemerindah daerah memperhatikan lebih lanjut perkembangan daerah
ini. Pemerintah akan lebih bijak jika mengalokasi dana yang lebih untuk
pemadaman secepatnya. Ketimbang hanya memperhatikan tindakan seperti bagi-bagi
masker atau makanan. Ini biarkan menjadi pembuka mata bagi saudara-saudara
sesama bangsa untuk menyumbangkan rejekinya. Bukan berarti hal itu disingkirkan
pemerintah, namun tindakan preventif di atas akan lebih bijak.
Hal selanjutnya yakni pembuatan
pos-pos pemantauan (tetap) atas hot spot serta pengaliran mata air baru untuk
wilayah kering tersebut. Karena di setiap wilayah pasti ada penanggung jawabnya
maka mereka memang wajib memberikan kinerjanya.
Masker saat asap dalam skala
berbahaya tidaklah menjadi tindakan aman. Warga masyarakat tetap juga akan
menghirup asap di rumah dan di lingkungan mereka. Peliburan anak-anak sekolah
juga bukanlah upaya solutif. Membuat mereka kehilangan banyak waktu untuk
belajar dan mencari ilmu.
Namun semua ada hikmahnya,
masyarakat juga jadi lebih kreatif dalam menciptakan penanggulangan
kecil-kecilan untuk lebih mudah bernapas. Sebut saja alat-alat atau cara-cara
mengupayakan udara bersih dari kain basah atau tanaman penghisap karbon. Ini dilakukan
jika di rumah-rumah tidak ada air conditioner atau air purifier.
Menjadi perhatian kita juga bahwa
musim kemarau sumber air turun drastis membuat PLTA kekurangan air untuk
membangkitkan daya. Sehari mereka harus menghentikan pasokan listrik sebanyak tiga
kali. Jikalau listrik padam mereka yang memiliki air conditioner atau air purifier
pun pasti sedikit banyak membutuhkan kain basah untuk bernapas.
Dari segi agama Islam, kembalikan
semuanya kepada Allah swt. Semua bencana terjadi pasti karena ulah manusia (baik
itu musibah ataupun bencana). Jadi, seluruh individu yang sudah baligh dan
berakal wajib berdzikir/mengingat Allah dan beristighfar/memohon ampun. Tingkatkan
kesabaran dan kebaikan tak lupa berdoa kepada Allah swt. Menghentikan sebisanya
perilaku ketidakmanusiawiannya. Mengubah kebiasaan buruk perlahan-lahan dan
belajar mendalami Islam melalui Al-Quran dan As-sunnah. Bukankan Islam adalah
rahmatan lil-alamin? Semua ada solusinya dalam Islam. Bagi siapapun yang mau
berpikir. Jikalau masyarakan dan pemerintah mau mengamalkan Al-Quran dan As-sunnah
niscaya semua akan lebih baik.
Maka seriusnya semua lini baik
dari warga sipil/masyarakat dan kementerian dalam pemerintahan menjadi tolak
ukur keberhasilan penghentian bencana ini.
#BencanaKabutAsapNasional #MelawanAsap #Asap2015 #SolusiKabutAsap #SaveIndonesia #Opini
Love your post as i used to be 😃😃 keep writing Nia
ReplyDeletei hope it's useful! thanks for the motivation.
Delete