Marak aksi bullying yang terjadi di sekitar kita. Baik di dalam lingkungan pekerjaan maupun di lingkungan pendidikan atau sekolah. Tindakan amoral ini tak ayal lagi dapat mengancam kesehatan fisik, mental dan kualitas kehidupan generasi muda Bangsa Indonesia kedepannya.
Ada beberapa kasus bullying yang viral belakangan ini sampai mengancam nyawa korbannya. Semisal kasus bullying di Klaten, Jawa Tengah (2022), seorang siswa SMP di Klaten menjadi korban bullying oleh teman-temannya. Video yang menunjukkan korban dianiaya dan aksi kekerasan itu akhirnya tersebar lalu menjadi viral di media sosial.
Secara analogi bullying bisa mengingatkan kita pada G30S/PKI. Dimana saat itu situasi menjadi carut marut, mencekam dan kekerasan dimana-mana serta pembunuhan terjadi secara masif kepada orang-orang tertentu.
Hampir sama dengan bullying, perlahan tapi pasti juga dapat memakan korban. Jika tidak terjadi pembunuhan secara fisik, maka bullying membuat seakan-akan pembunuhan secara mental atau karakter pada anak bangsa.
Untuk penjelasannya secara Bahasa kata "bullying" berasal dari bahasa Inggris. Yang mana maksud kata, "bully" berarti seseorang yang menggertak atau menindas orang lain, sementara akhiran "-ing" menunjukkan aktivitas atau tindakan. Jadi, "bullying" secara harfiah berarti tindakan mengintimidasi, menggertak, atau menindas orang lain.
Secara istilah, bullying merujuk pada perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dengan tujuan menyakiti, mengintimidasi, atau mengontrol orang lain yang dianggap lebih lemah atau tidak berdaya.
Olweus, D. (1993) merupakan salah satu ahli yang pertama kali mengembangkan konsep bullying secara ilmiah. Dia mendefinisikan bullying sebagai "tindakan negatif yang dilakukan secara berulang oleh satu atau lebih individu, yang sengaja bertujuan untuk menyakiti orang lain, di mana ada ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban."
Menurut UNICEF, bullying adalah "tindakan berulang yang dilakukan dengan sengaja untuk menyebabkan kesusahan pada korban yang memiliki kesulitan dalam mempertahankan diri."
Kedua sumber ini menekankan bullying pada unsur kesengajaan, pengulangan, dan ketidakseimbangan kekuatan sebagai elemen kunci dalam definisi bullying.
Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan untuk merendahkan orang lain yang dianggap lebih lemah atau tidak berdaya. Bullying berdasarkan kesimpulan di atas biasanya melibatkan ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan, di mana pelaku memiliki lebih banyak kekuatan fisik, sosial, atau emosional daripada korban. Tindakan ini bisa terjadi secara berulang dan dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan fisik korban.
Bullying yang melibatkan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik terhadap korban diantaranya memukul, menendang, mendorong, menjambak rambut, menampar, atau merusak barang-barang milik korban.
Jika melibatkan penggunaan kata-kata yang menyakiti perasaan korban ini disebut bullying verbal seperti menghina, mengejek, memanggil dengan julukan yang merendahkan, mengancam, atau menyebarkan fitnah.
Bullying Sosial (Relasional) dapat melibatkan tindakan yang merusak reputasi sosial atau hubungan korban. Contohnya mengisolasi korban dari kelompok teman, menyebarkan rumor, mempengaruhi orang lain untuk tidak berteman dengan korban, atau mempermalukan korban di depan umum.
Bentuk bullying yang dilakukan melalui media digital atau online, seperti media sosial, pesan teks, atau email disebut cyberbullying. Semisal mengirim pesan atau komentar yang menyakitkan atau mengancam, menyebarkan rumor atau gambar yang memalukan secara online, atau menghack akun media sosial korban untuk merusak reputasi mereka.
Sedangkan bullying emosional melibatkan tindakan yang merusak kesehatan emosional atau mental korban. Seperti mengintimidasi, memanipulasi, atau mempermalukan korban sehingga mereka merasa tidak berharga atau tertekan.
Apabila tindakannya melibatkan tindakan yang bersifat seksual dan tidak diinginkan oleh korban disebut bullying seksual. Seperti menggoda dengan kata-kata cabul, menyentuh dengan cara yang tidak pantas, membuat komentar seksual yang kasar, atau menyebarkan gambar/video seksual korban tanpa izin.
Hubungan antara bullying dan G30S/PKI dapat dilihat dari sudut pandang tertentu, meskipun keduanya adalah konsep yang berbeda. Bullying biasanya mengacu pada perilaku intimidasi atau penindasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain, sedangkan G30S/PKI adalah peristiwa sejarah yang melibatkan upaya kudeta oleh unsur-unsur yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia.
Namun tetap ada cara pandang yang menunjukkan bahwa adanya kaitan antara bullying dengan tindakan G30S/PKI.
Pada gerakan G30S/PKI terjadi intimidasi dan kekerasan sebagai alat politik. Dalam konteks ini penggunaan kekerasan dan intimidasi oleh pelaku terhadap target mereka (yaitu para jenderal Angkatan Darat) bisa dianggap sebagai bentuk bullying dalam skala besar. Pelaku G30S menggunakan kekerasan untuk menyingkirkan mereka yang dianggap sebagai ancaman terhadap tujuan politik mereka. Bukan hanya anggota pemerintahan yang menjadi korban pembunuhan brutal tapi juga para pemuka Agama Islam saat itu menjadi korban intimidasi dan kekerasan yang dapat kita samakan dengan bullying secara verbal dan emosional.
Meskipun istilah "bullying" lebih sering digunakan dalam konteks interpersonal, beberapa elemen dari tindakan yang terjadi selama dan setelah G30S/PKI bisa dilihat sebagai manifestasi dari perilaku intimidasi dan penindasan yang mirip dengan bullying, namun dalam skala yang jauh lebih besar dan dengan dampak yang lebih luas.
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah organisasi politik yang memiliki sejarah yang kompleks dan kontroversial di Indonesia. Pada awal pergerakannya, khususnya pada periode 1940-an hingga 1960-an, PKI seringkali terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok yang memiliki pandangan ideologis yang berbeda, termasuk dengan pemuka Agama Islam.
Pada tahun 1953 ditemukan surat yang berisi ancaman PKI terhadap H. Djahari salah seorang ulama atau pemuka Agama Islam pada waktu itu. Bukti sejarah ini telah termuat secara tekstual sebagaimana berikut:
Kepada H. Djahari di Cibeureum
Bebas!
Dengan ini kami peringatkan kepada kamu yang memiliki kedudukan sebagai: Agen Agama Arab, penyebar agaman DI, kawan/pembantu DI, sebagaimana telah kami peringatkan pada rapat umum PKI di lapangan olahraga Cibeureum. Supaya setelah peringatan ini, kamu bertobat menghentikan semua gerakanmu, dan kembali kepada agama karuhun kita Siliwangi. Tentang Tuhan Allah yang kamu takuti, tentang Muhammad penipu yang kamu puja, biarkan kami yang menumpas melawan raja!
Kami menunggi bukti tobat kamu; AWAS, AWAS, sekali lagi AWAS. Ingatlah pembalasan dari kami kaum Proletar.
Dari kami: Rakyat Proletar Cibeureum.
Surat dari PKI tersebut sudah menjelaskan bahwa mereka tidak segan mengancam keamanan perorangan serta masyarakat khususnya umat Islam. Bisa jadi muslim yang saat itu mungkin masih dianggap lemah. Hal tersebut dapat diartikan sebagai bullying dalam skala besar.
Peristiwa ini menjadi bagian dari sejarah panjang konflik ideologis antara komunis dan Islam di Indonesia, yang pada akhirnya memuncak dalam peristiwa besar seperti tragedi G30S/PKI 1965, di mana konflik ini berujung pada kekerasan yang meluas dan dampaknya masih terasa hingga kini.
Pada awal 1960-an, ketegangan politik di Indonesia meningkat antara kelompok nasionalis, Islam, dan komunis. PKI, yang pada saat itu dipimpin oleh D.N. Aidit, menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia dan memiliki pengaruh kuat di banyak sektor, termasuk militer.
Pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965, sekelompok militer yang diduga berafiliasi dengan PKI menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G30S/PKI.
Banyak hal yang dapat kita petik dari sejarah kelam bullying skala besar ini. Kisah di masa lalu merupakan pelajaran yang berharga untuk kita di masa kini. Jangan sampai ada lagi pembully dan korban bully di sekitar kita.
Pembully biasanya melakukan aksinya karena berbagai alasan, dan perilaku ini sering kali dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, dan lingkungan. Beberapa alasan umum mengapa seseorang melakukan bullying yakni mencari kekuatan dan dominasi. Pembully sering merasa perlu untuk menunjukkan kekuasaan atau dominasi atas orang lain. Ini bisa disebabkan oleh keinginan untuk merasa superior atau berkuasa, terutama jika mereka merasa tidak berdaya dalam aspek lain dari kehidupan mereka.
Pembully biasanya insecure atau merasa tidak aman. Banyak pembully yang sebenarnya merasa tidak aman atau memiliki masalah dengan harga diri mereka. Dengan menindas orang lain, mereka mencoba menutupi perasaan tidak aman tersebut.
Dapat juga berasal dari pengaruh lingkungan dan sosial. Lingkungan yang tidak sehat, seperti keluarga yang tidak harmonis, lingkungan sekolah yang keras, atau teman sebaya yang mendukung perilaku agresif, dapat mendorong seseorang untuk melakukan bullying. Tekanan dari teman sebaya juga bisa menjadi faktor yang signifikan.
Serta bully dapat dipicu oleh kurangnya empati. Beberapa pembully kurang memiliki empati atau kesadaran emosional terhadap perasaan orang lain. Mereka mungkin tidak memahami atau peduli dengan dampak negatif dari tindakan mereka terhadap korban.
Terakhir pembully bisa jadi mencari perhatian dengan melakukan pembullyan terhadap orang-orang tertentu. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan perhatian, baik dari teman sebaya atau orang dewasa, atau sekadar karena mereka ingin diakui.
Tujuan atau alasan ini sesuai dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang melakukan "bullying skala besar" saat tragedi pemberontakan terjadi yakni ingin adanya dominasi politis, perhatian publik dan pengaruh dari lingkungan toxic yang mana ideologi bersumber dari komunisme otoritarian.
Ideologi komunisme otoriter ini menerapkan kontrol yang ketat atas masyarakat untuk mewujudkan visi komunis mereka, sering kali dengan mengorbankan kebebasan individu dan hak asasi manusia. Ideologi ini sangat bertentangan dengan Ideologi Pancasila. Pelaksanaan nilai-nilai pada pancasila dapat mengurai pemasalahan bullying ini karena dalam pancasila ditegaskan bahwa kita harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Sehingga tidak ada lagi ideologi komunisme otoriter yang tersisa.
Comments
Post a Comment