Skip to main content

Memunculkan Negarawan Sejati Melalui Pembangunan Kepribadian

Negara itu tergantung pada siapa pemimpinnya. Sedikit banyak atau secara keseluruhan. Semua kita yang dapat berpikir niscaya tidak bisa menolak kelaziman ini. Seperti jasad, tubuh seseorang atau individu manusia, tergantung pada pemimpin dalam dirinya. Singkatnya, diri ini mau apa, dibawa kemana dan bagaimana sesuai dengan tujuan yang ada di "hati" masing-masing. 

Dengan begitu hati adalah pemimpin tubuh ini. Jika hati baik, maka baiklah segala urusan maupun jasad ini. Sedangkan bila hati rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Kata pepatah jangan sampai karena  setitik rusak susu sebelanga.

Sebagaimana disampaikan dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” 
(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Seperti itu pula ibarat pemimpin negara. Saat pemimpin melakukan kesalahan entah apapun yang dilakukan apabila tidak sesuai dengan yang seharusnya, efeknya akan kembali pada yang dipimpin alias negara. Sehingga masyarakat umum yang merasakan kerugiannya.

Sederhana saja, hendaknya pemimpin harus orang yang baik. Pemimpin yang baik harus memiliki kriteria kuat dan mampu secara fisik, mental, akal (profesional) dan amanah dalam menjalankan kepemimpinannya. 
Dalam Al-Quran dijelaskan:

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

“Sesungguhnya manusia terbaik yang anda tunjuk untuk bekerja adalah orang yang kuat dan amanah.” (QS. Al-Qashas: 26).

Pemimpin seperti yang disebutkan dalam Kalamullah yang kuat atau mampu secara fisik, mental, akal (profesional) dan amanah ialah yang pantas dijadikan pemimpin negara atau negarawan. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia negarawan artinya ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Tidak hanya sebagai negarawan secara teori. Namun praktiknya ia juga harus sebagai negarawan sejati. Harapannya negarawan sejati ini tentulah mereka yang memikirkan maslahat umum, tidak hanya kepentingan politik kekuasaan dan kelompok/oligarki. 

Maklum, negarawan yang hanya secara sebutan banyak jumlahnya namun tidak sedikit juga yang ujung nasibnya berakhir di jeruji besi karena yang terjadi tidak sama dengan yang diharapkan. Mereka terjerat dalam kasus-kasus di ranah hukum.

Betapa sangat miris negarawan yang terlihat saat ini. Oknum-oknum yang bergulat dengan condong dengan kepentingan pribadi, lebih mementingkan kelompok/oligarki, tidak memikirkan maslahat masyarakat luas, memilih jalan tikus yang akhirnya "tersesat" dalam berbagai macam kasus seperti pencucian uang, korupsi, kolusi, nepotisme, segala bentuk macam kerusakan moral dan akhlak.

Orang yang rusak moral dan akhlak tak berhak disematkan dengan titel "negarawan" yang semestinya agung, berwibawa dan membawa manfaat.

Kini, para pemikir, cendekia, ulama, dan kita semua, sebutlah orang-orang yang ingin ada perubahan dalam tatanan kepemimpinan negara. Kita menginginkan circle kepemimpinan oleh negarawan yang totalitas dalam memimpin, memiliki tujuan yang sama dengan dasar negara serta mumpuni menjalankan pemerintahan.

Negarawan yang benar-benar paham akan nilai-nilai moral Pancasila yang terdiri dari ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya paham teoritis tapi juga bisa mengutamakan praktik di lapangan.

Pertanyaannya, bagaimana memunculkan negarawan yang seperti diatas. Mari kita bahas, generasi terus berubah. Kini sudah terlambat memperbaiki hal-hal yang sudah "terlanjur" terjadi. Namun kita bisa memulai untuk membangun generasi berikutnya yang kelak akan menggantikan estafet kepemimpinan yang terdahulu.

Memang, munculkan negarawan sejati tidak semudah membalikkan telapak tangan. Belajar dari pengalaman dan kesalahan yang terjadi, bisa disimpulkan semua berawal dari karakter dan kepribadian individu. Tidak banyak orang yang berkepribadian dan punya karakter mulia. Maka dari sinilah kita perbaiki.

Perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat saat ini mempengaruhi kepribadian dan karakter manusia. Berdasarkan Kamus Kesar Bahasa Indonesia, kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa. Sedangkan karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter dan kepribadian saling berkaitan karena menjadi bagian satu sama lainnya. 

Dalam Islam kita kenal dengan akhlakul karimah. Rasulullah adalah tauladan kita dalam berakhlak. Itulah seharusnya cerminan karakter generasi pemimpin dan pembangun peradaban kelak.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ.

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”

Penelitian menyebutkan bahwa Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam merupakan orang nomor satu di dunia yang memberikan dampak positif terhadap perubahan, kemajuan dan perkembangan peradaban.

Rasulullah merupakan contoh nyata pemimpin sejati atau dalam bahasa kita negarawan sejati. Bukan hanya sebagai pemimpin agama tapi juga pemimpin masyarakat di Madinah dan setelah bertahun kemudian Rasulullah menjadi memimpin di tanah Arab.

Sungguh mulia akhlak atau karakter Rasulullah, yang dikatakan oleh Ibunda Kaum Mukmin, Aisyah, akhlak beliau adalah Al-Quran. Jadi bisa kita simpulkan bahwa jika kita ingin memunculkan negarawan sejati haruslah kita tumbuhsuburkan dulu akhlak yang diajarkan Rasulullah kepada anak-anak kita.

Pada dunia pendidikan di sekolah ataupun di rumah, setidaknya ada beberapa pengembangan karakter yang bisa mudah kita terapkan sebagaimana dijabarkan oleh Ir. Tri Puji Hindarsih, pendiri Sekolah Alam Indonesia dalam buku beliau berjudul Character Building yakni ikhlas, bersungguh-sungguh, rendah hati, mudah menolong, sabar, teguh, pemaaf, bersyukur, menyanyangi, bersikap adil, amanah, bermanfaat bagi orang lain, toleransi, kuat, tegar, teratur, bertanggung jawab, ingin tahu, dan mampu memecahkan masalah. Dalam penjelasannya karakter tersebut merupakan basic karakter yang dapat membangun jiwa kepemimpinan pada anak-anak sehingga kelak harapannya merekalah yang menjadi negarawan sejati seperti yang kita impikan saat ini.




Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan panggilan Abu, Abi, Buya, dan Abati dalam Bahasa Arab

Bagi orang tua yang baru atau akan memiliki anak, tentu perlu memikirkan panggilan apa yang akan diajarkan kepada anaknya kelak. Panggilan dari anak kepada orang tua pastinya sangat bermakna. Namun di Indonesia panggilan anak kepada orang tua tidaklah rumit dan mempunyai makna umum. Panggilan dari anaknya berarti beliau tersebut merupakan bapak atau ibu dari anak ya ng memanggil. Contohnya: Bapak - Ibu, Ayah - Ibu, Ayah - Bunda, Papa - Mama, Papi - Mami, dll. Karena di Indonesia mayoritas muslim dan Bahasa Arab sangat populer, maka tidak jarang panggilan anak kepada orang tua dibiasakan menggunakan Bahasa Arab seperti Abi - Ummi. Namun banyak penggunaannya digeneralisir menjadi umum seperti layaknya Ayah - Ibu, padahal sejatinya panggilan tersebut adalah bahasa orang yang artinya akan berbeda jika tidak dilandasi ilmu. Berikut sy berupaya memberikan keterangan sekilas tentang perbedaan panggilan anak kepada orang tua dalam Bahasa Arab. Abu اب Untuk menunjukkan penghormatan kepada

Pengalaman Bekam Sembuhkan Sakit Kepala

Bekam atau hijamah merupakan salah satu pengobatan yang dianjurkan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Caranya yakni dengan menyayat atau menusukkan jarum ke kulit dan setelah itu ada cup penyedot sehingga darah kotor yang mengandung racun keluar. Beberapa waktu lalu saya dan kakak ipar melakukan bekam. Seorang akhwat yang merupakan teman pengajian kami yang menjadi terapis bekamnya. Disini saya akan menceritakan pengalaman tersebut dan bagaimana tubuh saya rasakan saat bekam. Singkat cerita saya sering sakit kepala dan lumayan sering migrain di sebelah kanan. Pengobatan secara kedokteran sudah dilakukan sampai masuk ruang radiologi untuk CT Scan dan MRI dijalani. Hasilnya alhamdulillah tidak terlalu serius. Hanya ada swelling hemishper cerebri kanan dan sinusitis. Saya teringat untuk bekam agar bisa sembuh dan memiliki kesehatan lebih baik lagi. Sedikit menyesal karena terkesan agak lambat menyadari bahwa bekam yang merupakan sunnah untuk ikhtiar sembuh dari berbagai penyakit mal

Komite Pemilihan Raya Mahasiswa(KPRM)

KPRM adalah suatu keanggotaan yang sangat penting untuk mengelola sistem demokrasi dalam hal pergantian pengurus organisasi seperti Badan Mahasiswa. Kali ini KPRM yang dimaksud yakni dalam pergantian pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan(HMJ). Kedengarannya sangat simple. Hanya mengurus pemilihan ketua dan wakil ketua HMJ. Tapi tidak saat anda sudah masuk ke dalamnya. Kita sebagai anggota KPRM wajib tidak berpihak kepada calon manapun. Seperti miniatur Komisi Pemilihan Umum(KPU) yang ada dalam pemerintahan negara kita. Kita akan merasakan kebersamaan dengan mahasiswa kelas lain yang baru saja kita kenal. Harus ada chemistry antara semua anggota agar timbul keterbukaan satu sama lain dalam penilaian atas calon ketua dan wakil ketua. Bukan chemistry untuk jatuh cinta antara dua insan berlainan gender, namun lebih pada rasa kekeluargaan. Dibutuhkan kepercayaan yang seutuh-utuhnya. Sesama anggota KPRM wajib merahasiakan segala keputusan yang telah diambil sampai waktunya tiba. Kerjasama un