Skip to main content

Marwah Pendidikan Di Indonesia

Marwah pendidikan tidak bisa tegak tanpa marwah guru, karena guru adalah pelaku utama dalam sistem pendidikan. Jika guru dijaga kehormatannya, diberdayakan kompetensinya, dan dihormati perannya, maka pendidikan akan lebih bermutu dan bermarwah.

Marwah adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab yang berarti kehormatan, martabat, atau harga diri. Dalam konteks pendidikan dan keguruan, marwah pendidikan dan guru merujuk pada penjagaan terhadap kehormatan dan martabat dunia pendidikan serta profesi guru.

Marwah pendidikan berarti menjaga kehormatan dunia pendidikan sebagai bidang yang suci, mulia, dan berperan strategis dalam membentuk karakter dan masa depan bangsa. Hal ini mencakup nilai moral dan etika dalam proses belajar-mengajar, integritas sistem pendidikan, termasuk kurikulum, evaluasi, dan manajemen sekolah, keadilan dan kesetaraan dalam memberikan akses pendidikan, penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Jika marwah pendidikan rendah maka pendidikan kehilangan rohnya sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penyebab rendahnya marwah pendidikan dan guru di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan bersifat sistemik. Berikut adalah penjabaran faktor-faktor utama yang menyebabkan kehormatan (marwah) pendidikan dan profesi guru belum dihargai secara layak:
1. Kurangnya Komitmen Politik terhadap Pendidikan
Pendidikan belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional.
Anggaran pendidikan memang besar secara nominal (20% APBN), tetapi belum sepenuhnya dikelola dengan baik dan menyentuh kualitas.
Kebijakan sering berubah-ubah dan tidak konsisten.
Kurikulum sering berganti sesuai menteri atau pemerintah yang berkuasa, tanpa proses transisi yang jelas.

2. Kesejahteraan Guru yang Belum Merata
Masih banyak guru, terutama guru honorer, yang digaji jauh di bawah standar kelayakan.
Hal ini membuat guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan, sehingga konsentrasi dan wibawa mereka di kelas menurun.
Guru tidak lagi dipandang sebagai profesi bergengsi karena kondisi ekonomi yang tidak mencerminkan pentingnya peran mereka.

3. Rekrutmen Guru yang Kurang Selektif dan Tidak Profesional
Di beberapa daerah, guru masih direkrut berbasis kedekatan politik atau nepotisme, bukan berdasarkan kompetensi.
Lulusan pendidikan guru yang tidak benar-benar terpanggil atau tidak siap mental justru menurunkan kualitas dan citra profesi ini.

4. Beban Administratif dan Tekanan Non-Pedagogis
Guru di Indonesia dibebani terlalu banyak administrasi, laporan, dan kegiatan formalitas yang mengurangi waktu dan energi untuk mendidik.
Mereka lebih sibuk mengejar dokumen akreditasi daripada fokus ke siswa.

5. Minimnya Penghargaan Sosial dari Masyarakat
Di sebagian masyarakat, guru tidak lagi dipandang sebagai figur panutan, hanya sebagai “pekerja” yang digaji untuk mengajar.
Orang tua murid kadang menyalahkan guru secara sepihak tanpa memahami situasi yang sebenarnya.

6. Lemahnya Penegakan Etika dan Standar Profesi
Tidak semua guru berperilaku profesional. Ada yang menyalahi kode etik, melakukan kekerasan, atau bertindak tidak layak — dan ini mencoreng citra guru secara umum.
Lembaga pendidikan juga belum optimal mendorong pembinaan karakter guru secara konsisten.

7. Pengaruh Media Sosial dan Komersialisasi Pendidikan
Marwah pendidikan ikut terganggu oleh konten-konten viral yang mempermalukan guru atau melecehkan sekolah.
Pendidikan mulai dilihat sebagai “produk” yang dikomersialisasikan, bukan sebagai proses peradaban.

Pemulihannya butuh komitmen bersama dari Pemerintah (melalui regulasi dan fasilitas), institusi pendidikan (kejujuran dalam pelaksanaan pembelajaran), masyarakat (melalui penghormatan dan partisipasi), siswa (melalui sikap hormat dan semangat belajar) dan para guru sendiri. Karena guru yang mulia melahirkan pendidikan yang bermartabat, dan pendidikan yang bermartabat akan melahirkan peradaban yang hebat.”

Kita dapat melihat bagaimana Marwah pendidikan di negara-negara maju seperti Finlandia, Jepang, Korea Selatan, Jerman, dan Kanada yang menjadikan pendidikan sebagai fondasi utama pembangunan bangsa. Marwah pendidikan dijaga dengan sangat serius melalui beberapa cara:

1. Fokus pada Kualitas, Bukan Sekadar Hasil
Pendidikan tidak hanya mengejar nilai atau ranking, tetapi pembentukan karakter, kreativitas, dan kemandirian siswa.
Contoh: Di Finlandia, siswa tidak diberi banyak ujian standar. Yang diutamakan adalah pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna.

2. Kebijakan Pendidikan yang Konsisten dan Berkelanjutan
Tidak berganti-ganti kurikulum karena pergantian pemimpin politik.
Pendidikan dijalankan oleh ahli pendidikan, bukan berdasarkan kepentingan politis.

3. Pendidikan Gratis dan Merata
Sekolah gratis dari tingkat dasar hingga universitas, tanpa diskriminasi ekonomi atau latar belakang sosial.
Dukungan penuh untuk siswa berkebutuhan khusus.

4. Nilai Etika dan Kemanusiaan Ditanamkan
Marwah pendidikan di negara maju juga tampak dalam penghormatan terhadap perbedaan, toleransi, dan pembentukan karakter warga global.

Menyadari bahwa pemimpin dan pemegang kebijakan (pemerintah pusat & daerah) memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam menjaga marwah pendidikan di Indonesia. Karena mereka memiliki kuasa membuat kebijakan, mengalokasikan anggaran, dan menetapkan arah pembangunan nasional.

Merekalah pihak pertama yang wajib menyadari dan menegakkan marwah pendidikan dan guru, karena mereka menentukan prioritas anggaran.
Jika pendidikan tidak dianggap penting, maka guru akan dibayar murah, fasilitas sekolah buruk, dan kualitas merosot.

Mereka menetapkan kurikulum dan arah pendidikan nasional.
Jika kurikulum hanya untuk kejar nilai dan politik, maka pendidikan kehilangan jiwanya.
Mereka bisa membuat regulasi perlindungan dan penghormatan bagi guru. Jika guru tidak sejahtera maka guru akan sulit fokus terhadap pendidikan karena guru hanyalah manusia yang harus bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhannya.

Hendaknya kita mencontoh negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan bisa unggul karena pemimpinnya memulai reformasi pendidikan dengan sungguh-sungguh.

Lembaga pendidikan dan akademisi kampus, lembaga riset, dan pakar pendidikan harus bersuara keras untuk mendorong perubahan.
Mereka menyadari bahwa guru bukan sekadar pelaksana, tapi pembentuk peradaban.

Media punya kekuatan untuk membentuk opini publik bahwa guru itu mulia dan pendidikan itu kunci bangsa.
Tokoh masyarakat, agamawan, dan selebriti bisa menguatkan suara bahwa guru dan pendidikan adalah aset, bukan beban.

Masyarakat juga harus sadar dan mendukung guru, bukan justru merendahkan.
Jika orang tua mendidik anak-anak untuk menghormati guru dan cinta belajar, marwah pendidikan akan tumbuh dari bawah.

Singkatnya, pemimpin adalah yang paling bertanggung jawab untuk lebih dahulu menyadari dan menunjukkan komitmen nyata bahwa pendidikan dan guru adalah pilar utama bangsa. Namun, setelah itu, semua elemen bangsa harus ikut menjaga marwah pendidikan di Indonesia ini.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan panggilan Abu, Abi, Buya, dan Abati dalam Bahasa Arab

Bagi orang tua yang baru atau akan memiliki anak, tentu perlu memikirkan panggilan apa yang akan diajarkan kepada anaknya kelak. Panggilan dari anak kepada orang tua pastinya sangat bermakna. Namun di Indonesia panggilan anak kepada orang tua tidaklah rumit dan mempunyai makna umum. Panggilan dari anaknya berarti beliau tersebut merupakan bapak atau ibu dari anak ya ng memanggil. Contohnya: Bapak - Ibu, Ayah - Ibu, Ayah - Bunda, Papa - Mama, Papi - Mami, dll. Karena di Indonesia mayoritas muslim dan Bahasa Arab sangat populer, maka tidak jarang panggilan anak kepada orang tua dibiasakan menggunakan Bahasa Arab seperti Abi - Ummi. Namun banyak penggunaannya digeneralisir menjadi umum seperti layaknya Ayah - Ibu, padahal sejatinya panggilan tersebut adalah bahasa orang yang artinya akan berbeda jika tidak dilandasi ilmu. Berikut sy berupaya memberikan keterangan sekilas tentang perbedaan panggilan anak kepada orang tua dalam Bahasa Arab. Abu اب Untuk menunjukkan penghormatan kepada ...

Pengalaman Bekam Sembuhkan Sakit Kepala

Bekam atau hijamah merupakan salah satu pengobatan yang dianjurkan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Caranya yakni dengan menyayat atau menusukkan jarum ke kulit dan setelah itu ada cup penyedot sehingga darah kotor yang mengandung racun keluar. Beberapa waktu lalu saya dan kakak ipar melakukan bekam. Seorang akhwat yang merupakan teman pengajian kami yang menjadi terapis bekamnya. Disini saya akan menceritakan pengalaman tersebut dan bagaimana tubuh saya rasakan saat bekam. Singkat cerita saya sering sakit kepala dan lumayan sering migrain di sebelah kanan. Pengobatan secara kedokteran sudah dilakukan sampai masuk ruang radiologi untuk CT Scan dan MRI dijalani. Hasilnya alhamdulillah tidak terlalu serius. Hanya ada swelling hemishper cerebri kanan dan sinusitis. Saya teringat untuk bekam agar bisa sembuh dan memiliki kesehatan lebih baik lagi. Sedikit menyesal karena terkesan agak lambat menyadari bahwa bekam yang merupakan sunnah untuk ikhtiar sembuh dari berbagai penyakit mal...

Komite Pemilihan Raya Mahasiswa(KPRM)

KPRM adalah suatu keanggotaan yang sangat penting untuk mengelola sistem demokrasi dalam hal pergantian pengurus organisasi seperti Badan Mahasiswa. Kali ini KPRM yang dimaksud yakni dalam pergantian pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan(HMJ). Kedengarannya sangat simple. Hanya mengurus pemilihan ketua dan wakil ketua HMJ. Tapi tidak saat anda sudah masuk ke dalamnya. Kita sebagai anggota KPRM wajib tidak berpihak kepada calon manapun. Seperti miniatur Komisi Pemilihan Umum(KPU) yang ada dalam pemerintahan negara kita. Kita akan merasakan kebersamaan dengan mahasiswa kelas lain yang baru saja kita kenal. Harus ada chemistry antara semua anggota agar timbul keterbukaan satu sama lain dalam penilaian atas calon ketua dan wakil ketua. Bukan chemistry untuk jatuh cinta antara dua insan berlainan gender, namun lebih pada rasa kekeluargaan. Dibutuhkan kepercayaan yang seutuh-utuhnya. Sesama anggota KPRM wajib merahasiakan segala keputusan yang telah diambil sampai waktunya tiba. Kerjasama un...