Skip to main content

A Letter to My Future (2)



Tidak terasa waktu telah berpacu cepat sekali. Seperti kuda-kuda perang saat masa kekhalifahan. Saat tanah air yang pasti hanya satu, tanah air dari pejuang fisabilillah. Tetapi kadang saat aku tengok jam bulat di dinding atau jam tanganku yang memutih, bisa-bisanya waktu terasa melambat. Jarum pendek dan jarum panjangnya memang berpindah ke angka selanjutnya namun seakan keduanya hanya berjalan di tempat itu-itu saja. Semua berbanding terbalik dengan detak jantungku. Yang kian hari kian menggerakkanku untuk lebih banyak bemunajat kepada Allah Illahi Rabbi. Karena ia sedikit banyak lelah jua menunggu belahannya yang akan dapat membuatnya berirama bersama-sama, bernada beriringan, lebih tentram lebih menakjubkan. Walaupun dalam tubuh yang berbeda dan darah yang dipompanya berbeda jua. Tak masalah, seperti halnya dua buah magnet, positif dan negatif, karena keduanya berlainanlah bila didekatkan akan saling tarik menarik dan menciptakan arus listrik yang fantastik.

Banyak keceriaan dan kegalauan saat kamu belum muncul dalam hidupku. Seperti permainan ice skating yang pernah aku alami. Pada awalnya aku gembira karena baru pertama kalinya mengenakan sepatu skate dan menari-nari di lantai es yang licin, lalu penat jua karena sering terjatuh pasalnya aku tidak mahir. Pada akhirnya itu hanya menyisakan kenangan. Manis pengalaman hidup bak gula-gula kapas yang tinggal tangkainya. Getirnya pengalaman hidup seakan black coffe yang aku seduh lalu aku habiskan. Tidak tersisa melainkan sisa pahit dan cangkirnya. Semua itu aku lewati sendiri bersama terpaan angin yang kadang lapang, kadang menyesakkan. Di atas badai tipu daya dunia yang sering menggoncangku, gemuruh terus saja berdatangan. Bisa jadi hal itulah yang membuatku lebih kuat dari karang yang kerap diterjang gelombang. Setengahnya lagi aku terombang ambing bak buih di tengah lautan.

Ada juga masanya aku tepekur diam, membiarkan hati berbicara. Tentang makna hidup dan tujuannya. Lalu aku pergi berkaca pada air jernih. Bertanya tentang siapa aku, apa yang ingin aku dapatkan dan apa yang telah aku perbuat. Aku juga kerap menyemangati diri sendiri dalam sunyi, tersenyum memesonakan hati lalu berurai air mata. Aku pura-pura tidak sadar bahwa semua telah basah seperti hujan mengepung kota beberapa bulan ini. Banjir telah menggenangi rumah-rumah tanpa selokan. Jikalau pun ada selokan namun tak bermuara ke laut, percuma. Hujan yang membasahi mantelku saat berkendara tidak akan pernah sama dengan hujan yang membasahi kidung nuraniku saat aku mengarungi alur cerita ini. Namun semua itu bukanlah hal yang berarti nanti saat kamu datang membawa hadiah terindah untukku seorang.

Sebelum itu semua tentu ada banyak konsekuensi yang harus kita tempuh. Tidak ada yang mengatakan bersatu itu mudah. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses panjang. Walaupun tak sepanjang lantunan doa yang tertanam dalam azzam kita. Doa yang sedari dulu kita bisikkan kepada bumi disaat sujud maupun doa yang selalu kita teriakkan sekencang-kencangnya dalam sanubari. Ya, proses itu tidak mudah namun tidak pula sesulit yang setan tujukan yang membuat kita selalu was-was dan tak kan pernah berani untuk memulainya.

Mengapa tidak mudah? Karena kita saat ini bukanlah pecundang yang hanya ingin dapat seekor buruan. Sekali tembak lalu binasa. Sekali-kali tidak. Karena tujuan kita terlalu mulia untuk diwujudkan. Kita sama-sama menginginkan cinta-Nya. Cinta adalah ridha. Ridha-Nya yang membawa ke surga-Nya. Hal yang tiada bandingannya di dunia. Hanya ada di akhirat sana. Namun, tak bisa dipungkiri juga tujuan kita lainnya adalah cinta diantara kita berdua. Cinta yang dicintai-Nya sehingga Dia mencintai kita dan ridha pada kita berdua. Alangkah indahnya cinta itu. 

Itu merupakan hal yang mengundang hati hasad yang telah tersesat untuk turut menghalangi kita. Jikalau pun dia tidak bisa menghentikan, pasti ia akan meragukan kita apakah tujuan kita benar-benar cinta-Nya. Membuat seakan ada hal yang tidak bisa kita terima. Berat dan sesak dada kita jadinya. Pada nyatanya itu hanyalah batu kerikil yang memang Allah rencanakan untuk kita perjuangkan. Semua orang toh akan mengalami hal yang sama. Cobaan dan ujian. Bagaikan batu di jalan kehidupan. Tidak semua jalan mulus, jalan tol saja penuh tambalan yang mengagetkan bila kita tidak memperhatikan. Cobaan ada untuk mengelabui kita, apakah kita sanggup ataukah terbuang. Ujian ada sebagai cara untuk mengetahui, kita sudah sejauh mana paham akan pelajaran-pelajaran kehidupan ini. Ini khusus bagi kita yang selalu berusaha mengikuti aturan Allah, ujian ini berat, namun hasilnya insyaAllah adalah yang terbaik. Allah tidak akan mengecewakan kita.

Ingatlah kita telah melewati ribuan batu besar sepanjang perjalanan usia kita, sebanyak itu bukankah hari ini kita bisa melewatinya? Batu-batu besar itu tentu sedikit banyak menyadarkan kita bahwa kita harusnya sudah mengerti betapa pentingnya menyandarkan semua keinginan pada Sang Khalik. Hanya Dia Yang Mahamengetahui lagi Mahamenguasai. Dia mengetahui mana yang baik buat kita. Dia menguasai hati-hati kita.

Mengapa sebenarnya mudah? Ya karena yang membuat sulit tadi pada dasarnya ada dalam diri-diri manusia saja. Entah itu dalam benakku, benakmu, atau pikiran keluarga kita. Allah sudah berjanji akan menolong hamba-Nya yang meminta, apatah lagi yang bermunajat untuk bersatu karena cinta-Nya. Bagaimana mungkin Allah lupa padahal Dia Mahamengingat, Mahamengasihi. Allah Mahakaya, Mahapemurah, kita minta dunia dan seluruh manusia minta isi dunia juga, lalu jika Allah mau, Allah bisa berikan karena Kekuasaan dan Kekayaan-Nya memang tidak terhingga. Jika Allah ridha, semua bisa-bisa saja terjadi. Intinya Allah akan menolong hamba-Nya yang memiliki kemauan dan tekad, dengan syarat diusahakannya lalu serahkan keputusannya pada Allah. Semua kekayaan itu milik Allah. Hanya dititipkan-Nya pada manusia sebagian kecil saja. Itu pun titipan, seyogyanya pula manusia berbagi, karena harta benda mereka tak kan pernah jadi hak milik seutuhnya.

Masalah rezeki, aku hanya kurang mampu menerjemahkan betapa semuanya pasti akan mengalir saja. Disini, aku sudah biasa hidup sederhana, dimana bila melihat ke atas tentu banyak yang waah.. tapi melihat ke bawah sungguh selalu membuatku puas akan dunia ini. Bagaimana mungkin kita akan berpesta di atas kebodohan kita bahwasanya hal itu dibenci oleh-Nya. Hanya saja, kita perlu berbagi kebahagiaan dan melihat siapa saja yang patut datang mengantarkan doa dan restunya, yang dengan kehadiran mereka hilanglah gundah dan indah masa depan yang merekah.

Sampai pada bait ini, semua baik-baik saja. Akan tetapi mungkin ada rasa ingin memiliki, seutuhnya. Tanpa embel-embel masa lalu, maupun ketakutan terhadap orang baru di masa depan. Ini hak Allah. Hanya masalah waktu dihadapan kita menjadi tantangannya. Entah kita yang akan menebasnya ataukah kita yang akan terpenggal olehnya.

Menginginkan yang terbaik sejalan dengan menjadi yang terbaik. Yang baik adalah untuk yang baik, walaupun sama-sama pernah jahat dengan jalan yang berbeda. Menyadari kita baik dan menjudge orang lain jahat, itu sudah bisa dikategorikan jahat. Yang baik akan dipertemukan dengan yang baik. Yang baik akan dipersatukan dengan yang baik. Jodoh adalah cerminan diri. Apakah ia baik atau tidak. Memperbaiki dan memantaskan diri, niatkan karena Allah.. Semoga Allah segera memberikan jalan pada niat baik kita...

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan panggilan Abu, Abi, Buya, dan Abati dalam Bahasa Arab

Bagi orang tua yang baru atau akan memiliki anak, tentu perlu memikirkan panggilan apa yang akan diajarkan kepada anaknya kelak. Panggilan dari anak kepada orang tua pastinya sangat bermakna. Namun di Indonesia panggilan anak kepada orang tua tidaklah rumit dan mempunyai makna umum. Panggilan dari anaknya berarti beliau tersebut merupakan bapak atau ibu dari anak ya ng memanggil. Contohnya: Bapak - Ibu, Ayah - Ibu, Ayah - Bunda, Papa - Mama, Papi - Mami, dll. Karena di Indonesia mayoritas muslim dan Bahasa Arab sangat populer, maka tidak jarang panggilan anak kepada orang tua dibiasakan menggunakan Bahasa Arab seperti Abi - Ummi. Namun banyak penggunaannya digeneralisir menjadi umum seperti layaknya Ayah - Ibu, padahal sejatinya panggilan tersebut adalah bahasa orang yang artinya akan berbeda jika tidak dilandasi ilmu. Berikut sy berupaya memberikan keterangan sekilas tentang perbedaan panggilan anak kepada orang tua dalam Bahasa Arab. Abu اب Untuk menunjukkan penghormatan kepada

Pengalaman Bekam Sembuhkan Sakit Kepala

Bekam atau hijamah merupakan salah satu pengobatan yang dianjurkan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Caranya yakni dengan menyayat atau menusukkan jarum ke kulit dan setelah itu ada cup penyedot sehingga darah kotor yang mengandung racun keluar. Beberapa waktu lalu saya dan kakak ipar melakukan bekam. Seorang akhwat yang merupakan teman pengajian kami yang menjadi terapis bekamnya. Disini saya akan menceritakan pengalaman tersebut dan bagaimana tubuh saya rasakan saat bekam. Singkat cerita saya sering sakit kepala dan lumayan sering migrain di sebelah kanan. Pengobatan secara kedokteran sudah dilakukan sampai masuk ruang radiologi untuk CT Scan dan MRI dijalani. Hasilnya alhamdulillah tidak terlalu serius. Hanya ada swelling hemishper cerebri kanan dan sinusitis. Saya teringat untuk bekam agar bisa sembuh dan memiliki kesehatan lebih baik lagi. Sedikit menyesal karena terkesan agak lambat menyadari bahwa bekam yang merupakan sunnah untuk ikhtiar sembuh dari berbagai penyakit mal

Komite Pemilihan Raya Mahasiswa(KPRM)

KPRM adalah suatu keanggotaan yang sangat penting untuk mengelola sistem demokrasi dalam hal pergantian pengurus organisasi seperti Badan Mahasiswa. Kali ini KPRM yang dimaksud yakni dalam pergantian pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan(HMJ). Kedengarannya sangat simple. Hanya mengurus pemilihan ketua dan wakil ketua HMJ. Tapi tidak saat anda sudah masuk ke dalamnya. Kita sebagai anggota KPRM wajib tidak berpihak kepada calon manapun. Seperti miniatur Komisi Pemilihan Umum(KPU) yang ada dalam pemerintahan negara kita. Kita akan merasakan kebersamaan dengan mahasiswa kelas lain yang baru saja kita kenal. Harus ada chemistry antara semua anggota agar timbul keterbukaan satu sama lain dalam penilaian atas calon ketua dan wakil ketua. Bukan chemistry untuk jatuh cinta antara dua insan berlainan gender, namun lebih pada rasa kekeluargaan. Dibutuhkan kepercayaan yang seutuh-utuhnya. Sesama anggota KPRM wajib merahasiakan segala keputusan yang telah diambil sampai waktunya tiba. Kerjasama un